INDIA - Sebut saja kota Jharkhand memang sedang dilanda gelombang panas mematikan. Suhu udara di sana mencapai 47 derajat Celcius. Hujan diharapkan mengguyur pada pekan kedua di Bulan Juni. Musim panas kali ini sungguh berat dirasakan penduduk Hindustan. Siang panas bukan main, malam pun terasa gerah. Di New Delhi, terik mentari bahkan sampai melelehkan aspal jalan. Membuat garis zebra cross alias tempat penyeberangan jadi tak karuan.

Di wilayah lain, suhu udara meningkat hampir 7 derajat di atas rata-rata. Bahkan di kota pegunungan Mussoorie, yang terletak 2.000 meter di atas permukaan laut, suhu udara mencapai 36 derajat Celsius.
Yang paling menyedihkan, 2.500 nyawa melayang -- korban terbesar ranking lima akibat gelombang panas di dunia sejak Abad ke-19.

Cahaya mentari menyusup masuk lewat celah terbuka di gubuk di Parepally, sebuah desa kecil di wilayah Nalgonda, negara bagian Telangana, India. Di sana Mallayia Baddula duduk sambil bertelanjang dada. Hanya ada sehelai kain putih yang membungkus kaki kurus berkulit gelapnya. Gubuk Mallayia sederhana, dinaungi atap rumbia dan beralas tanah berpasir. Dari dipan tempatnya duduk, dia menjulurkan kaki ke bawah hingga menjangkau tanah.

Mata kakek 76 tahun yang tengah berkabung itu terus menerawang. Meski di sampingnya ada istri dan sepasang cucu yang duduk menemani. Beberapa hari lalu putra Mallayia, Venkatesham yang masih berusia 38 tahun meninggal dunia, setelah gelombang panas menyergap Negeri Hindustan.

“Saat itu dia pergi mencari obat untukku. Aku diberitahu bahwa dia meninggal karena sengatan matahari,” kata Mallayia mengenang kepergian sang putra seperti dikutip dari laman CNN pada 8 Juni 2015.
Semua karena gelombang panas. Suhu maksimum yang terekam di Telangana bahkan sempat mencapai 48 derajat Celsius, seperti diberitakan laman BBC pada 26 Mei 2015 lalu.

Venkatesham, putra Mallayia adalah satu dari 70 korban jiwa yang meninggal karena gelombang panas di wilayah Nalgonda atau satu di antara 585 korban jiwa di negara bagian Telangana yang tercatat pada 1 Juni 2015 lalu.
 
Mayoritas korban adalah lansia, para pekerja konstruksi, dan mereka yang tidur beratap langit.
Para sopir taksi berhenti beroperasi sejak pukul 11.00 hingga 16.00 setelah 2 sejawatnya tewas akibat panas.

“Hanya Tuhan yang tahu bagaimana saya akan melakukannya.”